Blog Archives

Nikmatnya Jalan-Jalan di Museum

Memantau Semarang dari atas menara (dok.yunisura.wordpress.com)

Waktu pulang dari Pati, kami punya kesempatan untuk berkunjung ke Masjid Agung Demak dan Musium Masjid Agung Semarang yang megah. Kebetulan sekali, perjalanan Solo-Pati kali ini melalui jalur Semarang, so kami punya tempat-tempat yang asyik dikunjungi , yaitu Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Semarang.

Kedua tempat ini adalah tempat ibadah sekaligus tempat wisata rohani di provinsi Jawa Tengah. Bersyukur sekali bisa berkunjung ke sana. Dua kota yang telah banyak menyaksikan berbagai sejarah perkembangan islam tanah jawa sangat asyik mengeksplore tempat ini lebih jauh.

Masjid Agung Demak

Secara kronologis pemerintahan Kesultanan Bintoro dan situs Masjid Agung Demak yang Karismatik di Jawa Tengah ini berawal dari lahirnya satriya tahun 1448 M di Sriwijaya Palembang. Raden Fatah adalah anak kandung dari Prabu BrawijayaV/Raja Majapahit XI.  Menurut versi Babad Tanah Jawa, setelah menikahi putri dari Campa Palembang, Sang Raja Majapahit ini mengambil selir Cina, anak Kyai Bah Tong. Karena cemburu, putri Campa menyuruh sang Prabu untuk menceraikannya meski ia sedang dalam keadaan hamil. Selir Cina itu pun diberikan kepada Arya Damar untuk  dinikahi dengan syarat tidak boleh menidurinya sampai bayi yang dikandung lahir. Akhirnya Arya Damar dan Putri Cina diberi kekuasaan di daerah Palembang dan janin keturunan Prabu Brawijaya pun lahir di tanah bekas kekuasaan Sriwijaya dan diberi nama oleh ibunya Jin Bun alias Raden Fatah.

anakku sedang pose di depan Museum Masjid Agung Demak (dok. yunisura.wordpress.com)

Raden Fatah bersama adiknya (beda ayah) pamit ingin mengabdi pada Majapahit di Jawa. Setelah tiba di tanah Jawa, Raden Fatah bertemu dengan Sunan Ampel. Kecintaan cucu Kyai Bah Tong ini pada islam semakin subur ketika menimba ilmu dengan sang Wali dan memutuskan untuk tidak jadi mengabdi pada Majapahit. Sampai akhirnya beliau menikah dengan anak perempuan sang Wali dan diperintahkan untuk membangun pemukiman di daerah Barat dimana pepohonannya mengeluarkan aroma wangi. Maka saat pertama kali dibangun oleh Raden Fatah,  Demak Bintoro dinamakan desa “Glagah Wangi”.

Kesultanan Bintoro di Demak yang dipimpin Raden Fatah adalah cikal bakal berdirinya Kerajaan Islam I di Pulau Jawa yang diprakarsai oleh “Wali Songo”. Di kawasan Nusantara “Wali Songo” adalah pelaku penyebar agama islam yang telah mendakwahkan ajaran islam, tradisi, kesenian,toleran dan dengan cara damai.

Sebenarnya Wali Songo adalah nama suatu dewan dakwah dan dewan muballigh, yang jika salah seorang pergi atau meninggal segera diganti oleh Wali lainnya. Berawal dari permintaan Sultan Muhammad I dari Kerajaan Turki pada tahun 1404 M kepada pembesar islam di Afrika Utara dan Timur Tengah agar para ulama yang mempunyai karomah berhijrah ke pulau Jawa. Maka berdatanganlah Sembilan ulama karomah dari berbagai Negara menyebarkan islam di negeri nusantara.

Pada tahun 1466 M Raden Fatah bersama para santri “Wali Songo” mendirikan masjid pesantren Glagah Wangi dalam satu malam. Karena kecepatan pembangunan masjid tersebut Ki Ageng Selo menggambarkan kecepatannya seperti halilintar/bledek. Dilukis  olehnya bagai binatang mitos mahkota kepala naga dengan mulut bergigi yang terbuka dan jambangan yang diseteril  bunga-bunga tumbuhan, terukir pada daun pintu yang terbuat dari kayu jati. Pintu itu terletak pada pintu utama/tengah masjid, sebagai Condro sengkolo/prasasti yang berbunyi “Nogo Mulat Wani”= 1388 Saka/1466 M. Pintu itu lebih dikenal sebagai pintu bledek. Masjid itulah yang kini masih berdiri tegak sebagai Masjid Agung Demak…keren banget yah…!

Duplikat pintu bledek yang menjadi koleksi museum Masjid Agung Semarang (dok. yunisura.wordpress.com)

Nah pas lagi jalan-jalan di Masjid Agung Semarang, kami naik ke atas menaranya, dan di lantai dua dan tiga menara itu terdapat Musium tentang masuknya islam ke negeri nusantara. Asyiknya lagi di sana kami menemukan peawar rasa penasaran kami akan kebesaran kerajaan islam di pulau Jawa. Di Musium itu kita bisa melihat pusaka peninggalan ulama-ulama dahulu ketika menyebarkan islam, termasuk pedang yang dipakai prajurt pangeran Diponegoro untuk perang melawan Belanda selama 8 tahun. Ada juga duplikat pintu bledek Ki Ageng Selo yang kita bicarakan di atas. Wah … berwisata di museum memang seru dan asyik ya, siapa mau ikut?