Mendaki Bukit Wairinding Sumba Timur NTT

Bukit Wairinding menjadi destinasi jalan-jalan kami di hari terakhir tahun 2022. Terletak 25 km dari Kota Waingapu, kami memulai perjalanan dari rumah kami di Pakamburung sekitar pukul 8 pagi waktu Indonesia Tengah (WITA) dan sampai sekitar hampir pukul 10.

Kok lama? Iyah, kami memacu si March dengan teramat santuy. Hanya 40 km/jam. Jalanan menuju Bukit juga menanjak mulai dari batas kota. Pokoknya sangat alon-alon. Ketika hanya beberapa kilo lagi sampai, Baba ngajak ngopi dulu. Di sebuah rest area sederhana yang menjual kripik pisang dan kacang tanah sangrai. Hawa sejuk mulai menyapa kami di sana. Jalanan menuju Bukit Wairinding dari Kota Waingapu sangat mulus. Tak ada satu pun jalanan yang rusak.

Seharusnya kami sudah sampai 10 menit dari tempat rest area itu ke lokasi pintu masuk bukit. Tapi karena mau jalan-jalan dulu, akhirnya kami mbablas. Melewati jalanan menuju Lewa. Arah Waikabubak Sumba Barat. Setelah itu kami putar balik ke arah Bukit Wairinding. Pemandangan di kiri dan kanan kami adalah perbukitan Savana yang menghijau. Hampir sejauh mata memandang adalah bukit. Itulah mengapa pulau Sumba dijuluki pulau seribu bukit.

Destinasi Bukit Wairinding tepat berada di pinggir jalan. Untuk masuk ke lokasi kita bayar tiket 5 ribu/orang. Kalau mau sewa properti foto seperti kain tenun Sumba harganya 50 Ribu. Kalau mau foto naik kuda bayar 50 ribu lagi. Kalau cuma mau foto dengan kuda dengan latar belakang gugusan bukit yang indah, bayar 25 ribu. Hehehehe. Lumayan buat penghasilan warga setempat. Kalau nggak mau juga nggak papa. Mereka nggak memaksa kok. Mereka sopan.

Agak ngeri-ngeri sedap juga naik kuda di atas bukit. Takut kuda jalan sendiri. Terus kita nggak bisa mengendalikan. Hehehe. Untung saja bapak pemilik kudanya sigap. Sehingga si kuda tampak patuh sekali dalam bimbingan pemiliknya. Di foto ini sebenarnya Ausam itu takut. Posisinya agak miring-miring. Dan akhirnya Ausam pun nggak mau lama-lama di atas kuda.

View di Bukit Wairinding amazing. AWSOME. Pokoknya menakjubkan. Mata sangat dimanjakan dengan hamparan Savana yang sedang menghijau karena musim hujan. Udara berhembus dengan sejuk. Siang itu, angin bertiup cukup kencang sehingga beberapa kali topiku dan Ausam terbang ditiup angin. Seharusnya tadi pakai jaket. Biar jilbabnya nggak berkibar-kibar ke sana kemari. Tapi Alhamdulillah kami sangat senang bisa menikmati pemandangan bukit Savana yang mempesona di Wairinding.

Di lokasi pintu masuk sudah ada fasilitas berupa toilet. Tapi untuk pelancong muslim, mohon maaf, di sana belum ada mushola karena penduduk wilayah sini sebagian besar non muslim. Ada sebuah warung sederhana di dekat lokasi penjualan tiket. Para penjaga di sana juga ramah. Anak desa setempat juga sopan. Ia mengucapkan permisi ketika hendak meninggalkan kami yang tadi mengajaknya berbincang. Sebuah tata Krama yang baik.

Jika kalian berencana untuk melancong atau liburan ke Indonesia Timur, Pulau Sumba harus kalian masukkan ke dalam list jalan-jalan. Cobalah ke Sumba Timur. Sumba Tengah dan Sumba Barat. Karena Pulau Sumba memang Luar Biasa.

Nyantai di Pantai Mawun

Nyantai di pantai Mawun Lombok Tengah (dok.yunisura)

Minggu usai shalat Subuh, saya sudah masak buat sarapan. Menu yang tumben banget saya buat. Urap sayur. Saat sayuran sedang dikukus dan kelapa parut hendak dicampurkan ke bumbu urap, suami menghampiri. “Nanti makanannya dibawa,” katanya. “Loh, emang mau keluar?” Tanyaku. “Iya.” Jawabnya.

Dan pagi itu, kami sarapan di pantai Taman Labuhan Haji. Gelar tikar tepi pantai. Pantai ini jaraknya nggak sampai 10 menit dari rumah. Saking khusyuknya sarapan, kami nggak sempat foto.

Usai sarapan dan perut kenyang, tour de Lombok berlanjut. “Ausam maunya kemana?” tanya Baba. “Mandalika,” jawab Putraku yang duduk persis di sebelah Babanya yang fokus nyetir. Usai dikhitan, anak ini punya tempat duduk favorit baru saat naik mobil. “Iya, Mandalika nya kemana? Kan banyak tempat di Mandalika. Kuta? Seger? Yang Mana?” Tanya Baba pada Ausam yang membutuhkan detail tempat.

Memandang Mandalika dari atas tebing Siwa Cliff (dok.yunisura)

“Siwa Cliff,” jawab Ausam enteng. “Wow,” responku. Ini bocah emang tahu aja tempat healing yang keren di Mandalika. Tapi nggak cuma asyik, kudu merogoh kocek agak dalam kalau ke sini mah. Ini tempat nongkrongnya bule-bule. Sekali ngopi di sini harganya mirip uang belanja 3 hari. Jiwa hematku memberontak.

Nyemil di Siwa Cliff Lombok Tengah (dok. Yunisura)

Dan akhirnya kami nongkrong di Siwa Cliff. Bareng bule-bule. Baba ngopi. Ausam nge-jus. Mama entah minum apa itu namanya aneh. Berasa nggak di Indonesia. By the way, progress Mandalika emang keren sih. Banyak kemajuan banget setelah pagelaran MotoGP Maret lalu. Turis mancanegara udah banyak yang seliweran di jalanan Mandalika. Sudah normal seperti sebelum pandemi. Sebentar-sebentar lihat bule yang naik motor bawa papan surfing. Sepertinya mereka sangat menikmati naik motor di sini.

Suasana siang di Pantai Mawun Lombok Tengah (dok.yunisura)

Setelah puas menikmati kawasan Mandalika dari tebing nan tinggi di Siwa, dan foto-foto tentunya, akhirnya kami undur diri. Pengunjung mulai ramai di sana saat kami keluar. Mungkin karena jam makan siang juga. Di gang jalan keluar, kami diskusi mau kemana setelah ini. “Mama pengen ke Pantai Mawun. Dulu kan pas ke Mawun sore, air lautnya nggak cetar. Mama pengen lihat Pantai Mawun pas siang Ba, please,” rayuku. “Nggak ah, jalannya kan nanjak,” tukas Baba. “Nggak Ba. Lagian deket kok dari Siwa. Nggak sampai berkilo-kilo,” rayuku lagi.

Berayun di Mawun (dok.yunisura)

Akhirnya, 4 September 2022 kami bisa menikmati pesona Pantai Mawun sepuasnya. Sebab dulu, saat kami mengunjungi Pantai Mawun hari sudah senja. Sinar mentari tak lagi memantulkan gemerlap riak ombak di pantai. Warna airnya pun kurang cetar membahana. Hehehe. Pantai yang berada di Desa Mawun Kecamatan Pujut Lombok Tengah ini punya pesona warna air laut dan pasir putih pantai yang sangat memukau. Benar-benar amazing. Sesuatu banget pokoknya.

Leyeh-leyeh di Pantai Mawun Lombok Tengah (dok.yunisura)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan alam dengan begitu indah memukau. Kami pun duduk di kursi malas. Menikmati hembusan semilir angin laut yang lembut. Rebahan ditemani nyanyian deburan ombak di tepi pantai memang menenangkan. Nggak cuma kami yang leyeh-leyeh begini. Para bule juga sama. Ada yang duduk di kursi malas berpayung seperti kami, ada juga dengan bikininya berjemur di pantai. Inilah yang namanya nyantai di pantai. MasyaAllah Tabarakallah. Alhamdulillah.

Mop mie di pantai Mawun

Untuk masuk ke pantai Mawun Lombok Tengah ini, kalian dikenakan biaya 10 ribu rupiah untuk mobil. Parkir di pantai sudah nggak diminta lagi. Di pantai juga banyak warung yang menyediakan makanan dan minuman. Kalau mau hemat ya pop mie. Cuma 10 ribu. Hahaha ngiklan. Yang jelas bekal urap yang dibikin Subuh tadi masih ada. Keren kan, makan urap di Mawun. Ini bukan sembarang urap. Resepnya turun temurun dari Mamah di Karawang yang sudah diakui kelezatannya. Wkwkwkkw!

Di pantai ini ada juga anak-anak yang berjualan gelang. Kami biasanya nggak beli gelang mereka, tapi kami minta mereka untuk memfoto kami sekeluarga. Usai memfoto, biasanya kami beri mereka upah jasa moto. Bisa buat uang saku sekolah mereka lah. Anak-anak ini gayanya akrab banget sama turis. Bule-bule aja disamperin dan diajak ngobrol. Percaya diri banget mereka. Semoga kelak anak-anak ini yang memajukan daerahnya sendiri yang telah dikaruniai Tuhan keindahan pantai yang luar biasa.

Berlatih Pianaika Lagu Sasak Lombok di Pantai Suryawangi

Menikmati pagi di pantai Suryawangi Lombok Timur (dok yunisura)

Sabtu, 3 September 2022, kami healing di Pantai Suryawangi Lombok Timur. Pantai ini paling dekat jaraknya dengan rumah kami. Mungkin tidak sampai 10 menit dari rumah. Pantai ini berada sebelum Pantai Labuhan Haji.

Santai di pantai

Ada banyak fasilitas di pantai ini. Salah satunya berugak alias gazebo. Pantai ini juga tertata dengan rapi. Dan pemandangannya indah. Ditemani nyiur melambai di tepi pantainya.

Pantai Suryawangi Lombok Timur (dok yunisura)

Kami berangkat dari rumah sekitar jam setengah tujuh pagi. Sengaja ingin sarapan di pantai. Saat kami tiba di sana belum ada petugas yang berjaga di pintu masuk. Untuk bisa masuk ke lokasi pantai ini, biasanya mobil ditarik tiket masuk sebesar 10 ribu rupiah.

Usai sarapan kami jalan-jalan di tepi pantainya yang berupa batu-batu besar untuk menahan abrasi pantai. Susunan bebatuannya rapi. Semakin mempercantik pantai. Setelah puas jalan-jalan, kami mengajak Ausam berlatih lagi Sasak yang diajari di sekolahnya.

Ausam berlatih lagu Sasak Inaq Tegining Amaq Teganang (dok.yunisura)⁹⁹

Lagu yang Ausam mainkan berjudul Inaq Tegining Amaq Teganang. Ini lagu Sasak favoritku. Karena sering dijadikan musik senam. Bagus banget lagunya. Menyenangkan. Musik yang Ausam mainkan berpadu dengan deburan ombak di pantai. Hmmm terasa sangat menenangkan. Silakan menikmati Lombok di pantai ini.